Panti
Rapat pembahasan Climate Justice Summit
1. Rapat Pembahasan Climate Justice Summit
Pada tanggal 24 Februari 2025, telah dilaksanakan rapat pembahasan CJS yang dihadiri oleh 15 perwakilan dari berbagai organisasi, yakni Perhimpunan Jiwa Sehat, WALHI, XR Indonesia, PIKUL, dan ELS FHUI. Pertemuan ini bertujuan untuk menindaklanjuti progres penyelenggaraan CJS serta menyepakati langkah-langkah strategis ke depan. Agenda utama dalam pertemuan ini mencakup penyempurnaan substansi CJS, penambahan daftar nama dalam struktur kepanitiaan termasuk penentuan organisasi yang akan menjadi lead dalam masing-masing subjek, serta pengusulan dan penetapan Ketua Organizing Committee (OC) CJS yang akan disepakati oleh Steering Committee (SC) ARUKI dan SC CJS.
Dokumentasi :
2. Diskusi dengan Tim Naskah Akademik RUU Keadilan Iklim
Kegiatan dilaksanakan pada 10 Maret 2025 melalui zoom meeting. Dan dihadiri oleh 17 orang peserta yang berasal dari beberapa organisasi yaitu PJS, ICEL, YAPPIKA, KNTI, Climate Ranger, SP, Madani, ELS FH UI, PIKUL
Kegiatan dimulai dengan mengecek DIM dan pembagian tugas dari masing-masing organisasi. Dimana PJS mendapatkan tugas untuk memberikan masukan mengenai Konsep Keadilan Iklim yang Inklusif, Dampak Perubahan Iklim bagi Penyandang Disabilitas dan masukan terhadap UU Bencana.
DIM dapat diakses pada link berikut :
https://docs.google.com/document/d/1UavcC55laW-1IMfdQ64p41v4b7Ulu3ut5qsXHo_azNA/edit?tab=t.0
Link Naskah Akademik versi 10 Maret 2025 :
Dokumentasi :
3. FGD Masukan OPDis dalam Nasmik RUU Keadilan Iklim 14 Maret 2025
Untuk memastikan bahwa Naskah Akademik RUU Keadilan Iklim tidak mengabaikan perspektif penyandang disabilitas serta tidak bersifat eco-ableistik, PJS menganggap penting untuk mengumpulkan masukan langsung dari berbagai kelompok penyandang disabilitas. Oleh karena itu, diselenggarakan Diskusi Terbatas (FGD) Masukan Penyandang Disabilitas untuk Naskah Akademik RUU Keadilan Iklim, guna menggali pengalaman, tantangan, dan rekomendasi dari komunitas penyandang disabilitas dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Diskusi ini dilaksanakan pada 14 Maret 2025 dengan dihadiri oleh 17 orang peserta FGD yang berasal dari perwakilan ragam disabilitas dair seluruh Indonesia. Peserta FGD terdiri dari :
Hasil FGD yang lebih lengkapnya dapat diakses pada link berikut :
https://drive.google.com/file/d/1iOm853gZ387KaDT4c7wulBu8Sq6eEqD7/view?usp=sharing
Dokumentasi :
4. Meeting bersama ARUKI terkait Naskah Akademik RUU Keadilan Iklim
Pada 24 Maret dan 14 April 2025 PJS bersama dengan KNTI, PIKUL, SP, ICEL, YAPPIKA dan lainnya. Meeting ini bertujuan untuk pembagian tugas dari masing-masing organisasi yang tergabung dalam koalisi. Hasil diskusi ialah :
- PJS telah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan penyandang disabilitas dan saat ini sedang merapikan hasilnya. Hasil FGD ini akan dibagikan kepada rekan-rekan lainnya untuk mendapatkan masukan mengenai bagian mana yang perlu diperbaiki atau ditambahkan. PJS menargetkan untuk menyelesaikan dokumen ini sebelum libur lebaran.
- KNTI masih dalam proses menyelesaikan masukan untuk Naskah Akademik dan berencana untuk memasukkan isu terkait dengan petani garam dalam dokumen tersebut.
- Solidaritas Perempuan juga sedang dalam tahap pemberian masukan, khususnya terkait dengan kelompok perempuan yang akan dimasukkan dalam Naskah Akademik.
- YAPPIKA masih dalam proses memberikan masukan pada daftar identifikasi masalah, dengan fokus pada isu-isu terkait keuangan yang akan dimasukkan dalam naskah tersebut.
- Anggota DPD saat ini sedang menjalani masa reses dan merencanakan kunjungan lapangan untuk mengumpulkan fakta-fakta empiris yang akan memperkaya Naskah Akademik. Dengan demikian, ARUKI masih memiliki waktu untuk memberikan masukan pada versi Naskah Akademik yang sedang disusun oleh DPD.
- PJS mengusulkan pembentukan tim teknis yang akan fokus pada drafting RUU (Rancangan Undang-Undang) serta pembahasan terkait dengan strategi advokasi. Pekerjaan ini akan dilakukan secara paralel dengan pembahasan Naskah Akademik, sehingga kedua proses ini dapat berjalan bersamaan dengan koordinasi yang lebih terstruktur.
Dokumentasi :
5. Update RUU Keadilan Iklim, Update Climate Justice Summit dan Pembahasan Tata Kelola ARUKI
Pada 24 April 2025 di Hotel Akmani. Pertemuan dengan untuk pembahasan RUU Keadilan Iklim dan CJS. Pertemuan ini diselenggarakan dalam rangka memperkuat koordinasi internal antar anggota ARUKI dalam tiga agenda utama: perkembangan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim, pembaruan rencana pelaksanaan Climate Justice Summit (CJS), serta penataan kembali tata kelola internal jaringan ARUKI. Pertemuan ini menjadi ruang penting untuk konsolidasi agenda strategis yang akan dijalankan dalam beberapa bulan ke depan.
Agenda dan Hasil Pertemuan
1. Update RUU Keadilan Iklim
Proses penyusunan Naskah Akademik (NA) RUU Keadilan Iklim saat ini telah memasuki tahap akhir. Diperlukan proses finalisasi dokumen sebelum dapat diajukan ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai bagian dari strategi mendorong inisiatif legislatif.
· Disepakati bersama bahwa proses finalisasi NA akan dilakukan dalam bentuk workshop penulisan yang akan dilaksanakan pada:
o Tanggal: 7, 8, dan 9 Mei 2025
o Tujuan: Menyempurnakan struktur dan argumentasi dalam NA berdasarkan masukan dari lembaga anggota ARUKI dan ahli hukum lingkungan.
Setelah NA difinalisasi, ARUKI akan mengajukan dokumen tersebut ke DPD untuk proses advokasi lanjutan.
2. Update Climate Justice Summit (CJS)
Penyelenggaraan Climate Justice Summit (CJS) direncanakan akan berlangsung pada Agustus 2025. Beberapa perkembangan penting yang dicatat:
· Surat Keputusan Ketua Organizing Committee (OC) telah selesai disusun dan tinggal ditandatangani oleh SC sebelum diserahkan secara resmi kepada Ketua OC, Mbak Puspa Dewi.
· Struktur OC masih akan diperkuat dengan perwakilan dari lembaga-lembaga anggota ARUKI. Setiap lembaga didorong untuk mengusulkan wakilnya dalam tim OC.
· Rapat perdana OC dijadwalkan pada Rabu, 30 April 2025, bertempat di YLBHI Jakarta.
· Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) akan dilibatkan secara langsung dalam Steering Committee (SC) CJS dan telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi lokasi sekretariat CJS.
· Disepakati pula bahwa akan segera diadakan pertemuan SC khusus untuk membahas strategi mobilisasi dana (fundraising) guna mendukung pelaksanaan CJS.
3. Pembahasan Tata Kelola ARUKI
Sebagai bagian dari upaya memperkuat struktur dan keberlanjutan jaringan, dibahas pula mekanisme perluasan keanggotaan ARUKI. Adapun hasil pembahasannya:
· ARUKI akan membuka ruang bagi lembaga-lembaga baru yang ingin bergabung sebagai anggota, dengan ketentuan:
o Calon anggota harus mendapatkan rekomendasi dari minimal tiga lembaga anggota yang sudah tergabung dalam ARUKI.
o Mekanisme pendaftaran dan persetujuan keanggotaan akan diatur dalam pedoman tata kelola jaringan yang sedang disusun lebih lanjut.
Dokumentasi :
6. Webinar Sosialisasi Dampak Perubahan Iklim & Pentingnya Undang-Undang Perubahan Iklim bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia (29 April 2025): 179 peserta yang berasal perwakilan OPDis, Organisasi Masyarakat Sipil (HAM, lingkungan, Perempuan dsb).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak perubahan iklim terhadap penyandang disabilitas, menjelaskan pentingnya keberadaan UU Perubahan Iklim yang inklusif, serta memberikan informasi terkait perkembangan legislasi RUU tersebut.
Webinar ini menghadirkan narasumber utama seperti :
1. Torry (PIKUL)
2. Dr. R, graal taliawo, S.Sos, M.Si (wakil ketua panitia perancang RUU Perubahan iklim - DPD RI)
3. Yulia Suryanti, S.Si., M.Sc (Direktur Adaptasi Perubahan Iklim - KLHK)
4. Priyanto rohmatullah, SE, MA (direktur lingkungan hidup bappenas) dan
5. Yeni rosa (PJS)
7. Pertemuan Organizing Committee (OC) Climate Justice Summit
Pertemuan ini dilaksanakan pada 30 April 2025 di Kantor YLBHI secara hybrid dan merupakan rapat Organizing Committee (OC) dalam rangka persiapan penyelenggaraan Climate Justice Summit (CJS) yang diinisiasi oleh ARUKI. Peserta yang hadir pada pertemuan adalah Koalisi CJS (Criminal Justice System), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), KontraS, YLBHI, LBH Masyarakat, ICJR, AJI, dan organisasi masyarakat sipil independen yang aktif dalam isu reformasi hukum dan perlindungan kelompok rentan.
8. Workshop Finalisasi Naskah Akademik dan Penulisan RUU Keadilan Iklim (7–9 Mei 2025)
Kegiatan ini dilaksanakan pada 7–9 Mei 2025 di Hotel Swiss-Belinn Kalibata, Jakarta Selatan secara hybrid. Dihadiri oleh 10 orang perwakilan organisasi. Dengan proses sebagai berikut :
Hasil Naskah Akademik :
https://docs.google.com/document/d/1-mOFJq5e_eZDQxN14geIq4yxZyq_khxr99CvwvmWKnI/edit?tab=t. Pengerjaan Bersama NA versi ARUKI - Google DokumenDokumentasi :
9. Meeting Update dengan ARUKI
Kegiatan ini dilaksanakan pada 14 Mei 2025 di Kantor Perhimpunan Jiwa Sehat. Agenda
Dokumentasi :
10. Pertemuan Organizing Committee Climate Justice Summit Membahas NA RUU Keadilan Iklim
Pada tanggal 30 Mei 2025, telah dilaksanakan pertemuan Organizing Committee Climate Justice Summit (OC CJS) yang secara khusus membahas penyusunan Naskah Akademik (NA) untuk Rancangan Undang-Undang Keadilan Iklim. Pertemuan ini diselenggarakan di kantor ICEL, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan dihadiri oleh enam orang perwakilan dari berbagai organisasi, yaitu Fredrick dari ICEL, Sadam dari Madani, Diyah dari PJS, Novi dari Solidaritas Perempuan, Rahma dari CR, dan Omen dari Pikul.
Fokus utama pertemuan adalah pembahasan Bab V dalam Naskah Akademik. Peserta menyepakati bahwa bab lainnya akan dikerjakan dan diselesaikan secara terpisah oleh masing-masing anggota tim penulis. Selama proses diskusi, muncul sejumlah kendala dan tantangan yang perlu mendapat perhatian. Salah satunya adalah ketidakseimbangan proporsi pembahasan kelompok rentan dalam Bab V, di mana penekanan masih terlalu banyak tertuju pada isu disabilitas, perempuan, dan pemuda, sementara kelompok rentan lainnya belum sepenuhnya terakomodasi.
Peserta juga mengidentifikasi perlunya penetapan batas waktu atau deadline untuk pengumpulan masukan agar penyusunan NA tetap sejalan dengan alur dan kerangka yang telah ditetapkan oleh tim finalisasi. Di sisi lain, muncul pula masukan dari lembaga eksternal yang tidak sesuai dengan struktur yang telah disepakati, sehingga dibutuhkan klarifikasi apakah masukan tersebut akan disesuaikan atau justru dikeluarkan dari dokumen.
Selain itu, para peserta menekankan pentingnya pertemuan lanjutan dengan kelompok rentan yang belum terwakili, serta pelibatan ahli dalam proses finalisasi. Untuk mendukung konsistensi penyusunan, diperlukan ketegasan dari ICEL sebagai koordinator dalam menjaga alur penulisan agar tidak berubah dari struktur awal.
Pertemuan ini berhasil menghasilkan draft awal untuk Bab V, sementara bab lainnya akan dirampungkan secara daring sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Timeline kegiatan ke depan meliputi pengumpulan masukan Naskah Akademik paling lambat pada 14 Juni, pertemuan finalisasi offline pada 16 Juni, pertemuan dengan para ahli secara hybrid pada 17 Juni, penyusunan draft final pada 21 Juni, dan pelaksanaan sosialisasi ARUKI secara hybrid pada 26 Juni 2025.
Sebagai tindak lanjut, seluruh peserta berkomitmen untuk menjalankan proses penyusunan sesuai dengan timeline yang telah disusun, mengingat pentingnya dokumen ini sebagai bahan strategis dalam proses legislasi RUU Keadilan Iklim.
Dokumentasi :
11. Rapat Pembahasan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dengan DPD
Pada 28 Mei 2025, Dalam rangka proses penyusunan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Perubahan Iklim, Sekretariat Jenderal DPD RI, Panitia Perancang Undang-Undang mengadakan rapat persiapan penyusunan draf RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim di Gedung A DPD RI.
Peserta
Rapat dihadiri oleh:
· Tim Ahli RUU
· Tenaga Ahli Komite II
· Tenaga Ahli PPUU
· Fungsional
· Pejabat dan Staf Bagian Sekretariat Komite II
· Pejabat dan Staf Bagian Sekretariat PPUU
Selain itu, untuk mewakili Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI), hadir perwakilan dari:
· Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS)
· Climate Ranger
· Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
· Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Agenda utama rapat adalah:
· Pembahasan awal terkait penyusunan draf RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim.
· Identifikasi isu-isu strategis yang perlu diakomodasi dalam substansi RUU, termasuk perlunya memperhatikan dimensi keadilan iklim, perlindungan kelompok rentan, serta integrasi prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam pengelolaan perubahan iklim di Indonesia.
· Pembahasan pasal per pasal Daftar Inventaris Masalah RUU Pengelolaan Perubahan Iklim.
Partisipasi PJS dalam rapat ini merupakan bagian dari upaya kolaboratif organisasi penyandang disabilitas untuk memastikan bahwa proses legislasi terkait perubahan iklim memperhatikan secara serius hak-hak penyandang disbailitas dalam RUU Pengelolaan Perubahan Iklim.
Dengan keikutsertaan dalam rapat ini, PJS berkomitmen untuk terus memberikan masukan substantif dalam proses penyusunan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan keadilan iklim bagi seluruh ragam penyandang disabilitas.
Bahan pembahasan dalam rapat :
https://drive.google.com/drive/folders/11XdLZ6ZTYws5LmZHRhHKNRGo9fLT0_ef?usp=sharing
Dokumentasi :
12. Meeting koordinasi Tim Substansi CJS
Pada tanggal 28 Mei 2025, telah dilaksanakan pertemuan rutin dua mingguan Organizing Committee (OC) Climate Justice Summit (CJS) bertempat di Sekretariat KNTI, Kelurahan Pejaten, Jakarta Selatan. Pertemuan ini dihadiri oleh 10 peserta dari berbagai organisasi anggota OC, termasuk PJS, Ketua OC, Omen dari Pikul selaku Sekretaris, serta perwakilan dari tim acara, substansi, dan mobilisasi dari KPI, KNTI, Extinction Rebellion (XR), dan Solidaritas Perempuan (SP).
Pertemuan difokuskan pada koordinasi lintas tim, pelaporan perkembangan kerja masing-masing divisi, serta persiapan survei lokasi yang akan digunakan untuk pelaksanaan CJS. Tim Acara melaporkan rencana kunjungan ke dua lokasi potensial, yakni Kampus Atmajaya dan Post Bloc. Mereka juga mengusulkan pembuatan formulir untuk kegiatan pra-CJS serta pendataan awal peserta. Dalam proses ini, tim acara menekankan pentingnya sinergi dengan tim substansi untuk memastikan keselarasan tema dan pengisi acara.
Tim Substansi menambahkan sejumlah usulan tema baru yang akan dipertimbangkan untuk sesi plenary dalam CJS. Untuk membahasnya lebih lanjut, mereka akan menjadwalkan pertemuan koordinasi internal. Di sisi lain, Tim Pengorganisasian dan Mobilisasi akan melakukan koordinasi untuk memperkuat pelibatan peserta dari komunitas akar rumput dan organisasi masyarakat sipil.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, pada tanggal 3 Juni 2025 telah dilaksanakan survei lokasi oleh Tim Acara bersama Tim Logistik ke Kampus Atmajaya dan Post Bloc guna menilai kesiapan tempat, aksesibilitas, serta kemungkinan pengaturan teknis acara.
Dokumentasi :
13. Meeting Koalisi untuk Climate Juctice Summit
FGD ini merupakan lanjutan dari diskusi sebelumnya untuk menyusun masukan terhadap Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pengelolaan Perubahan Iklim. Fokus utama adalah memastikan keterlibatan bermakna penyandang disabilitas dalam setiap tahapan perumusan RUU.
Poin Penting Diskusi:
· Penegasan penyebutan penyandang disabilitas secara eksplisit di pasal-pasal kunci, bukan hanya sebagai “kelompok rentan.”
· Penguatan prinsip inklusi, partisipasi bermakna, dan aksesibilitas dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan iklim.
· Penggantian istilah sistem asuransi menjadi sistem perlindungan sosial inklusif untuk menjamin perlindungan kelompok terdampak tanpa membebani biaya.
· Penegasan mekanisme kompensasi bagi kelompok terdampak, termasuk penyandang disabilitas.
· Dorongan untuk transparansi laporan dan akses publik terhadap hasil pemantauan dan evaluasi.
Dokumentasi :
14. Pra CJS – Pertemuan Kelompok Rentan tentang CJS
Pada Selasa, 10 Juni 2025, telah dilaksanakan kegiatan Pra-CJS – Pertemuan Kelompok Rentan bertempat di kantor YLBHI Jakarta, Salemba, Jakarta Pusat. Kegiatan ini dihadiri oleh 20 peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang bekerja bersama kelompok rentan, yaitu JALA PRT, LBH APIK, Yayasan Kalyanamitra, KSBMI, Arus Pelangi, dan Koalisi Masyarakat untuk Lanjut Usia (KuMpul).
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang Keadilan Iklim serta memperkenalkan agenda Climate Justice Summit (CJS) kepada kelompok rentan seperti buruh, perempuan, pekerja informal, dan komunitas LBTQ. Kegiatan ini juga menjadi ruang diskusi untuk menggali masukan langsung dari kelompok rentan terkait dampak perubahan iklim yang mereka alami dan bagaimana mereka melihat kebijakan-kebijakan iklim yang selama ini ada.
Sesi pertama dimulai dengan pemaparan dari ICEL yang menjelaskan urgensi disahkannya RUU Keadilan Iklim. Dalam presentasinya, ICEL memaparkan prinsip-prinsip dasar yang akan menjadi landasan hukum dalam rancangan undang-undang tersebut, serta menjelaskan definisi dan kerangka keadilan iklim yang diusung. Sesi berikutnya diisi oleh Ketua Panitia Pelaksana CJS, Dewy Puspa, yang memperkenalkan Climate Justice Summit sebagai forum masyarakat yang akan digelar pada 26–27 Agustus 2025 di Jakarta. CJS akan menjadi wadah diskusi terbuka mengenai isu-isu perubahan iklim, termasuk dampak, adaptasi, dan mitigasi yang berorientasi pada keadilan sosial.
Diskusi kemudian dibuka bagi para peserta dari kelompok rentan untuk menyampaikan pengalaman, pandangan, dan usulan mereka terkait dampak krisis iklim. Salah satu tantangan utama yang mengemuka adalah rendahnya tingkat pemahaman dan akses informasi tentang isu perubahan iklim di kalangan kelompok rentan, meskipun mereka termasuk kelompok yang paling terdampak.
Beberapa poin penting yang dihasilkan dari diskusi ini antara lain adalah pentingnya jaminan perlindungan sosial yang bersifat universal, aksesibel, dan inklusif bagi seluruh kelompok rentan, termasuk perlindungan atas kesehatan, keselamatan kerja, dan penghidupan yang layak. Negara diminta untuk secara spesifik mengalokasikan dana perlindungan sosial guna merespons dampak perubahan iklim terhadap kelompok rentan. Selain itu, kelompok rentan harus dijamin aksesnya terhadap sumber daya dan layanan publik tanpa diskriminasi, serta dilibatkan secara bermakna dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan iklim.
Rekomendasi lainnya meliputi kebutuhan untuk melakukan pemulihan dan reparasi lingkungan secara adil, menjamin lokasi kerja yang aman bagi buruh, serta menjamin keamanan lahan dan akses terhadap sumber daya bagi komunitas yang terdampak. Apabila relokasi menjadi pilihan dalam kasus tertentu, hal tersebut harus dilakukan secara sukarela, partisipatif, dan tanpa paksaan. Para peserta juga mendorong pembiayaan iklim yang berbasis hibah, bukan utang, serta pendekatan bottom-up dalam merancang kebijakan dan distribusi dana.
Peserta menekankan pentingnya peningkatan akses terhadap pengetahuan dan pendidikan publik terkait dampak krisis iklim, dengan materi yang disesuaikan secara khusus bagi kelompok lansia dan kelompok rentan lainnya. Di samping itu, kerjasama antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat adat juga menjadi poin yang dianggap krusial dalam menghadapi krisis iklim secara menyeluruh. Terakhir, peserta merekomendasikan adanya insentif bagi komunitas yang aktif berjuang menghadapi dampak krisis iklim di tingkat akar rumput.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, hasil diskusi akan dimasukkan ke dalam naskah akademik yang menjadi dasar penyusunan RUU Keadilan Iklim. Panitia juga merencanakan pelaksanaan kegiatan Pra-CJS lanjutan untuk memperluas partisipasi dan memperkuat posisi kelompok rentan dalam peta advokasi iklim nasional.
Link notulensi dan presentasi
https://drive.google.com/drive/folders/1DMerUYbvSCuNwRyObvxNKq5XsBh6GIFDDokumentasi :
15. koordinasi bertajuk “Road to Belem: Konsolidasi Advokasi Masyarakat Sipil menuju COP30
Pada hari Selasa, 10 Juni 2025, telah dilaksanakan pertemuan koordinasi bertajuk “Road to Belem: Konsolidasi Advokasi Masyarakat Sipil menuju COP30” yang berlangsung di Sequis Life, Sudirman, Jakarta Selatan. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 50 peserta yang berasal dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang lingkungan hidup, hak asasi manusia, serta komunitas media.
Pertemuan ini merupakan pertemuan keempat dari rangkaian konsolidasi masyarakat sipil menuju Conference of Parties (COP) ke-30 yang akan berlangsung di Belém, Brazil. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk menyatukan strategi advokasi, memperkuat koordinasi antar lembaga, serta merumuskan narasi dan pendekatan yang akan diusung dalam forum internasional tersebut.
Dalam pembukaan, Tory dari Yayasan PIKUL menyampaikan bahwa selama lima bulan ke depan, jaringan masyarakat sipil akan mengembangkan strategi advokasi bersama. Ia menekankan bahwa COP30 merupakan momen penting karena menandai satu dekade implementasi Paris Agreement. Tiga narasi utama yang disepakati dalam forum ini adalah: keadilan iklim (climate justice), ketahanan pangan-air-energi (resilience), serta kepemimpinan komunitas (community-led: the answer is us). Isu prioritas yang diangkat meliputi keanekaragaman hayati, transisi energi dan penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara adil (just transition), serta pendanaan iklim yang terhubung dengan ketiga narasi utama.
Ovi dari Ford Foundation menekankan pentingnya COP30 karena diselenggarakan di Brazil—negara dengan hutan tropis terbesar di dunia, bersama Indonesia dan Kongo. Oleh karena itu, isu kehutanan dan pengakuan hak masyarakat adat harus menjadi sorotan. Ia juga menggarisbawahi peluang besar dalam mobilisasi dana iklim global sebesar USD 1,3 triliun dan pentingnya tekanan masyarakat sipil agar Indonesia memperkuat komitmennya melalui NDC kedua yang lebih ambisius.
Vira dari CLUA menyoroti bahwa negara-negara Selatan kini menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam aksi iklim. Ia menggarisbawahi pentingnya pengakuan terhadap hak tenurial, penyediaan pendanaan berkeadilan, serta pelibatan pemuda dan kepemimpinan komunitas. Dalam konteks itu, People’s Summit dan Global Day of Action yang akan digelar pada 15 November 2025, diharapkan dapat menjadi ruang artikulasi gerakan dari akar rumput.
Nadia Hadad mengingatkan bahwa kerja koalisi dalam proses menuju COP30 ini bersifat cair dan fleksibel, sehingga dibutuhkan pembagian kerja yang jelas namun tetap adaptif. Saat ini, telah terbentuk tiga tim utama: tim substansi yang dikoordinasikan oleh Tori, tim advokasi/lobi yang dipimpin oleh Nadia, serta tim komunikasi yang dipimpin oleh Luluk. Masing-masing tim bertanggung jawab untuk memperkuat peran mereka sesuai kebutuhan dan dinamika pertemuan global.
Selanjutnya, Mardiyah memperkenalkan aktor-aktor komunikasi strategis seperti Katadata, Tempo, Commslab (Maia), Pulitzer, Rombak Media, Arise, dan Lapor Iklim. Ia juga mengusulkan strategi komunikasi yang dinamakan Boomerang Effect Strategy untuk memperkuat daya sebar narasi keadilan iklim.
Setelah paparan dari berbagai narasumber, peserta dibagi ke dalam lima kelompok diskusi dengan metode fire, web, rhythm, circle, dan spiral. Diskusi ini bertujuan untuk menggali misi bersama, memperkuat jejaring relasi, membangun kanal komunikasi yang efektif, serta merayakan capaian dan refleksi kolektif dalam perjalanan menuju COP30.
Beberapa tantangan yang teridentifikasi adalah kurangnya pelibatan komunitas rentan selain masyarakat adat dalam ruang-ruang strategis COP. Selain itu, partisipasi perempuan dalam semua tim juga dinilai masih perlu diperkuat. Tim komunikasi juga memerlukan lebih banyak modal konten dan platform untuk menyuarakan narasi gerakan. Forum ini juga menyadari perlunya ruang informal bagi para aktivis untuk bertemu dan berdiskusi secara rutin.
Sebagai hasil kegiatan, para peserta menyepakati pentingnya pemetaan geopolitik yang tajam, penguatan narasi yang mudah dipahami publik, serta penataan kerja tim yang lebih terstruktur namun tetap lentur. Kerja kolektif ini menegaskan bahwa “jawabannya adalah kita” – the answer is us – dengan solusi yang berakar dari pengetahuan lokal dan kepemimpinan komunitas.
Rencana tindak lanjut dari kegiatan ini adalah memperkuat koordinasi di masing-masing tim (substansi, advokasi, dan komunikasi), serta melanjutkan pertemuan koordinatif secara berkala untuk menyatukan langkah strategis hingga penyelenggaraan COP30.
Link notulensi:
Catatan Diskusi Strategi Komunikasi COP30 10 Juni 2025 - Google Dokumen
Dokumentasi :
16. Rapat SC dan OC untuk acara CJS : 11 dan 30 Juni 2025
Tanggal 30 Juni 2025 :
17. Audiensi ke DPD RI : RUU Perubahan Iklim
Sebagai kelajutan dari webinar “Dampak Perubahan Iklim dan Pentingnya Rancangan Undang Undang Perubahan Iklim bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia”pada tanggal 29 April 2025, Perhimpunan Jiwa Sehat mengadakan audiensi bersma DPD RI pada tanggal 10 Juli 2025 yang berlokasi di Hotel Borobudur, Jakarta.
Tujuan dari audiensi ini adalah untuk mendiskusikan lebih lanjut perkembangan penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim, menyampaikan posisi mengapa RUU tersebut penting, dan mendorong adanya RUU Perubahan Iklim yang inklusif bagi Penyandang Disabilitas.
Audiensi ini dihadiri oleh perwakilan organisasi-organisasi Penyandang Disabilitas di Jakarta secara hybrid ini. Yang hadir secara offline dari organisasi Penyandang Disbilitas, Yeni Rosa Damayanti, Fatum Ade, Diah Restiyati dan Mahmud Fasa dan yang hadir secara online perwakilan organisasi disabilitas yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia. Audiensi bersama DPD RI dipimpin langsung oleh Dr. Badikenita br Sitepu, S.E., S.H., M.Si. selaku Ketua Tim Kerja RUU Pengelolaan Perubahan Iklim dan juga dihadiri oleh Dr. R, graal taliawo, S.Sos, M.Si selaku wakil ketua panitia perancang RUU Perubahan iklim DPD RI.
Pada audiensi kali ini, dijelaskan kepada para anggota DPD bahwa penyandang disabilitas adalah yang paling terdampak karena perubahan iklim. Misalnya pengguna kursi roda akan kesulitan jika terjadi banjir. Begitu juga ketika terjadi gempa seperti gempa di Palu tahun 2018.
Salah satu diskusi mengenai pembahasan istilah kata rentan. Dari perwakilian organisasi disabilitas menyatakan bahwa istilah rentan diganti secara eksplisit menggunakan kata disabilitas, karena jika disebutkan kelompok rentan saja, disabilitas akan tidak “terlihat” .
Secara keseluruhan audiensi ini berjalan lancar dan positif dimana DPD RI terbuka untuk masukan-masukan yang disampaikan oleh organisasi penyandang disabilitas.
18. FGD I Masukan OPDis untuk DIM RUU Keadilan Iklim
11 Juli 2025
19. FGD I Masukan OPDis untuk DIM RUU Keadilan Iklim